ALTERNATIF
PEMECAHAN MASALAH YANG DITIMBULKAN OLEH MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Akar kata multikulturalisme adalah
kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak),
kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu
terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan
kebudayaannya masing-masing yang unik ( Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. Hlm 75 ).
Budaya di
dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di
dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, setiap negara memerlukan politik
kebudayaan (Harrison and Huntington,
2000). Bahkan Gandhi menunjukkan bahwa budaya sebagai alat pemersatu bangsa.
Senada dengan itu, Soedjatmoko (1996) mengungkapkan Indonesia memerlukan adanya
suatu politik kebudayaan sebagai upaya mengikat bangsa Indonesia agar menjadi
bangsa yang besar. Yang kemudian keberagaman budaya itulah yang melahirkan
multikulturalisme di Indonesia.
Keragaman
budaya menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang
memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun
Indonesia yang multikultural. Namun kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi
memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial.
Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antara budaya daerah. Tidak adanya
komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat
menjadi konflik. Sebab dari konflik-konflik yang terjadi selama ini di
Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama, dan
ras.
Apabila
dari masing-masing budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang plural tersebut
dapat dihimpun dan digalang tentunya akan merupakan suatu kekuatan yang dahsyat
melawan arus globalisasi, tetapi Monokulturalisme akan mudah disapu oleh arus
globalisasi, sedangkan multikulturalisme akan sulit dihancurkan oleh gelombang
globalisasi jika memang suatu keanekaragaman tesebut dapat tetap bertahan
dengan memegang teguh nilai-nilai pancasila.
Adapun
penyebab dari konflik tersebut ialah :
a.
Etnosentrisme
Menurut
zatrow (1989) bahwa setiap kelompok etnik meiliki keterikatan yang tinggi
melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecendrungan untuk
memandang norma-norma, nilai-nilai, dalam kelompoknya sendiri sebagai absolute
dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua
kebudayaan yang lain.
Jadi,
menurut penulis bahwa etnosentrisme merupakan suatu sikap yang memusatkan dan
anggapan yang menyatakan bahwa kebudayaannya sendiri jauh lebih baik daripada
budaya-budaya yang lain dan tidak mau menerima kebudayaan lain.
b.
Eksklisivisme
Merupakan
suatu paham yang mempunyai kecendrungan ingin memisahkan diri dari masyarakat
(Dendi Sugono (red)., kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia 2008), hlm.
357).
c. Primordialisme
Primordialisme
artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Sikap ini tercermin dari anggapan
suku bangsanya adalah yang terbaik. Perasaan Superior, menganggap lebih rendah
suku yang lain adalah sikap yang kurang terpuji bagi Masyarakat multikultur
yang sangat rentan mengundang konflik. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
d. Etnosentrisme
Etnosentrisme artinya sikap atau
pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya
disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan
yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
e. Diskriminatif
Diskriminatif
adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara
berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain.
Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya
antipati terhadap sesama warga negara(
Ranjabar, Jacobus : 2006 )
f. Stereotip
Stereotip
adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang
subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa.
tetapi, Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk
sebuah kebencian. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
Dengan berbagai faktor-faktor
tersebut akan rentan untuk Indonesia terpecah bila tidak ditangani dari dini
berbagai faktor tersebut. Lalu bagaimana alternatif pemecahan masalah yang
ditimbulkan masyarakat multikultural saat ini ?
Berikut alternatif pemecahan masalah
yang ditimbulkan masyarakat multikultural :
1. Asimilasi
Adalah suatu proses yang dimana seseorang meninggalkan kebudayaanya untuk
menjadi bagian budaya yang berbeda. Sehingga melalui asimilasi ini
kelompok-kelompok etnis yang berbeda secara bertahap akan mengadopsi budaya dan
nilai-nilai yang ada dalam kelompok bedar masyarakat.
2. Metode
menghindari
Metode ini adalah salah
satu alternative pemecahan masalah yang mana salah satu pihak berusaha menarik
diri ataupun menghindar dari konflik. Dalam metode ini orang/ kelompok-kelompok
yang berkonflik dipisahkan dan memiliki inisiatif untuk menghindari konflik.
3. Akomodasi
Bila sudah terlanjur
terjadi konflik disuatu masyarakat cara pemecahan masalah yag cukup efektif
ialah dengan akomodasi dengan menciptakan kondisi damai untuk sementara sampai
kesepakatan untuk memenuhi tujuan bersama tercapai. Tujuan dari akomodasi
adalah memelihara hubungan baik sampai salah satu pihak mengalah.
4. Kompromi
Dengan cara melakukan
perundingan damai dengan mencari akar yang dianggap menjadi permasalaahan
sehingga akan dicapai suatu kesepakatan damai.
5. Kolaborasi
Yaitu dengan cara
memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yang berkonflik dengan cara
berkompromi dan diajak untuk bekerja sama.
6. Pengurangan
Konflik
Dengan mengganti tujuan
yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang dapat diterima oleh kedua pihak.
Dengan berbagai macam
potensi konflik pada masyarakat multicultural, sangat perlu pencegahan dini
agar Indonesia tidak terpecah hanya karena perbedaan yang menjadi dasar konflik
tersebut.
Adapun salah satu penanaman
rasa toleransi sejak dini yaitu dengan cara mengajarkan peserta didik pada
jenjang sejolah dengan menyelipkan pendidikan muktikultural kesetiap mata
pelajaran disekolah.
Melalui pendidikan multikultural sejak
dini diharapkan anak mampu menerima dan memahami perbedaan budaya yang
berdampak pada perbedaan usage (cara individu bertingkah laku); folkways
(kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat), mores (tata kelakuan
di masyarakat), dan customs (adat istiadat suatu komunitas).
Howard
(1993) berpendapat bahwa pendidikan multukultural member kompetensi
multikultural. Pada masa awal kehidupan siswa, waktu banyak dilalui di daerah
etnis dan kulturnya masing-masing. Kesalahan dalam mentransformasi nilai,
aspirasi, etiket dari budaya tertentu, sering berdampak pada primordialisme
kesukuan, agama, dan golongan yang berlebihan. Faktor ini penyebab timbulnya
permusuhan antar etnis dan golongan
Hal senada
juga ditekankan oleh Musa Asya’rie (2004) bahwa pendidikan multikultural
bermakna sebagai proses pendidikan cara hidup menghormati, tulus, toleransi
terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural,
sehingga peserta didik kelak memiliki kekenyalan dan kelenturan mental bangsa
dalam menyikapi konflik sosial di masyarakat.
Dengan
pendidikan multikultural peserta didik mampu menerima perbedaan, kritik, dan
memiliki rasa empati, toleransi pada sesama tanpa memandang golongan, status,
gender, dan kemampuan akademik (Farida Hanum, 2005).
DAFTAR
PUSTAKA
Ranjabar, Jacobus.2006.Sistem
Sosial Budaya ( Suatu Pengantar ). Bogor : Ghalia. Indonesia
Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan
Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Musa Asy’arie. 2004.
Pendidikan Multikutlural dan Konflik 1-2. www.kompas.co.id. Akses April 2017