Kamis, 21 Desember 2017

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH YANG DITIMBULKAN OLEH MASYARAKAT MULTIKULTURAL

           
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik ( Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm 75 ).
Budaya di dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, setiap negara memerlukan politik kebudayaan (Harrison  and Huntington, 2000). Bahkan Gandhi menunjukkan bahwa budaya sebagai alat pemersatu bangsa. Senada dengan itu, Soedjatmoko (1996) mengungkapkan Indonesia memerlukan adanya suatu politik kebudayaan sebagai upaya mengikat bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang besar. Yang kemudian keberagaman budaya itulah yang melahirkan multikulturalisme di Indonesia.
Keragaman budaya menjadi modal sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khasanah budaya dan menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun kondisi aneka budaya itu sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan kecemburuan sosial. Masalah itu muncul jika tidak ada komunikasi antara budaya daerah. Tidak adanya komunikasi dan pemahaman pada berbagai kelompok budaya lain ini justru dapat menjadi konflik. Sebab dari konflik-konflik yang terjadi selama ini di Indonesia dilatar belakangi oleh adanya keragaman identitas etnis, agama, dan ras.

Apabila dari masing-masing budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang plural tersebut dapat dihimpun dan digalang tentunya akan merupakan suatu kekuatan yang dahsyat melawan arus globalisasi, tetapi Monokulturalisme akan mudah disapu oleh arus globalisasi, sedangkan multikulturalisme akan sulit dihancurkan oleh gelombang globalisasi jika memang suatu keanekaragaman tesebut dapat tetap bertahan dengan memegang teguh nilai-nilai pancasila.
            Adapun penyebab dari konflik tersebut ialah :
a. Etnosentrisme
            Menurut zatrow (1989) bahwa setiap kelompok etnik meiliki keterikatan yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecendrungan untuk memandang norma-norma, nilai-nilai, dalam kelompoknya sendiri sebagai absolute dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain.
            Jadi, menurut penulis bahwa etnosentrisme merupakan suatu sikap yang memusatkan dan anggapan yang menyatakan bahwa kebudayaannya sendiri jauh lebih baik daripada budaya-budaya yang lain dan tidak mau menerima kebudayaan lain.
b. Eksklisivisme
            Merupakan suatu paham yang mempunyai kecendrungan ingin memisahkan diri dari masyarakat (Dendi Sugono (red)., kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia 2008), hlm. 357).
c. Primordialisme
            Primordialisme artinya perasaan kesukuan yang berlebihan. Sikap ini tercermin dari anggapan suku bangsanya adalah yang terbaik. Perasaan Superior, menganggap lebih rendah suku yang lain adalah sikap yang kurang terpuji bagi Masyarakat multikultur yang sangat rentan mengundang konflik. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
d. Etnosentrisme
Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain. Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
e. Diskriminatif
Diskriminatif adalah sikap yang membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap sesama warga negara( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
f. Stereotip
            Stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa. tetapi, Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan hingga membentuk sebuah kebencian. ( Ranjabar, Jacobus : 2006 )
            Dengan berbagai faktor-faktor tersebut akan rentan untuk Indonesia terpecah bila tidak ditangani dari dini berbagai faktor tersebut. Lalu bagaimana alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan masyarakat multikultural saat ini ?
            Berikut alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan masyarakat multikultural :
1.    Asimilasi
Adalah suatu proses yang dimana seseorang meninggalkan kebudayaanya untuk menjadi bagian budaya yang berbeda. Sehingga melalui asimilasi ini kelompok-kelompok etnis yang berbeda secara bertahap akan mengadopsi budaya dan nilai-nilai yang ada dalam kelompok bedar masyarakat.
2.    Metode menghindari
         Metode ini adalah salah satu alternative pemecahan masalah yang mana salah satu pihak berusaha menarik diri ataupun menghindar dari konflik. Dalam metode ini orang/ kelompok-kelompok yang berkonflik dipisahkan dan memiliki inisiatif untuk menghindari konflik.
3.    Akomodasi
         Bila sudah terlanjur terjadi konflik disuatu masyarakat cara pemecahan masalah yag cukup efektif ialah dengan akomodasi dengan menciptakan kondisi damai untuk sementara sampai kesepakatan untuk memenuhi tujuan bersama tercapai. Tujuan dari akomodasi adalah memelihara hubungan baik sampai salah satu pihak mengalah.
4.    Kompromi
         Dengan cara melakukan perundingan damai dengan mencari akar yang dianggap menjadi permasalaahan sehingga akan dicapai suatu kesepakatan damai.
5.    Kolaborasi
         Yaitu dengan cara memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yang berkonflik dengan cara berkompromi dan diajak untuk bekerja sama.
6.    Pengurangan Konflik
         Dengan mengganti tujuan yang menimbulkan konflik dengan tujuan yang dapat diterima oleh kedua pihak.
                     Dengan berbagai macam potensi konflik pada masyarakat multicultural, sangat perlu pencegahan dini agar Indonesia tidak terpecah hanya karena perbedaan yang menjadi dasar konflik tersebut.  
                     Adapun salah satu penanaman rasa toleransi sejak dini yaitu dengan cara mengajarkan peserta didik pada jenjang sejolah dengan menyelipkan pendidikan muktikultural kesetiap mata pelajaran disekolah.
            Melalui pendidikan multikultural sejak dini diharapkan anak mampu menerima dan memahami perbedaan budaya yang berdampak pada perbedaan usage (cara individu bertingkah laku); folkways (kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat), mores (tata kelakuan di masyarakat), dan customs (adat istiadat suatu komunitas).
Howard (1993) berpendapat bahwa pendidikan multukultural member kompetensi multikultural. Pada masa awal kehidupan siswa, waktu banyak dilalui di daerah etnis dan kulturnya masing-masing. Kesalahan dalam mentransformasi nilai, aspirasi, etiket dari budaya tertentu, sering berdampak pada primordialisme kesukuan, agama, dan golongan yang berlebihan. Faktor ini penyebab timbulnya permusuhan antar etnis dan golongan
Hal senada juga ditekankan oleh Musa Asya’rie (2004) bahwa pendidikan multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara hidup menghormati, tulus, toleransi terhadap keragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural, sehingga peserta didik kelak memiliki kekenyalan dan kelenturan mental bangsa dalam menyikapi konflik sosial di masyarakat.

Dengan pendidikan multikultural peserta didik mampu menerima perbedaan, kritik, dan memiliki rasa empati, toleransi pada sesama tanpa memandang golongan, status, gender, dan kemampuan akademik (Farida Hanum, 2005).



DAFTAR PUSTAKA
Ranjabar, Jacobus.2006.Sistem Sosial Budaya ( Suatu Pengantar ). Bogor : Ghalia. Indonesia
Choirul Mahfud. 2006. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Musa Asy’arie. 2004. Pendidikan Multikutlural dan Konflik 1-2. www.kompas.co.id. Akses April 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar